Hal-hal yang harus dihindari
serta kesalahan ketika menghijamah (membekam)
Oleh :
dr.Abu Hana El-Firdan
Setelah pada
edisi perdana kita membahas pengenalan
dan cara hijamah (bekam) secara ringkas, maka pada edisi kali ini
kita akan belajar mengenai pantangan/hal-hal yang harus dihindari serta
kesalahan ketika hijamah.
Sebenarnya secara
umum hijamah sangatlah aman dan mudah dilakukan oleh siapapun asalkan
penghijamah tersebut telah membekali diri dengan dasar-dasar
pengetahuan tentang pantangan hijamah dan kesalahan-kesalahan yang sering
dilakukan terutama bagi penghijamah pemula.
Pantangan Hijamah
Berikut
ini adalah kondisi yang harus dihindari untuk dilakukan hijamah :
- Hindari menghijamah pasien yang fisiknya sangat lemah, sedang mengalami kelelahan berat dan yang memiliki tekanan darah < 80mmHg. Hal ini bisa menyebabkan resiko pasien syok/pingsan. Demikian juga sebaiknya menghindari untuk menghijamah pasien yang sudah jompo dan lemah fisiknya serta anak-anak yang tubuhnya lemah/ di bawah 3 tahun.
- Hindari menghijamah wanita hamil pada usia kehamilan 3 bulan pertama (trimester awal). Jangan menghijamah wanita yang sedang haidh dan nifas karena pada kondisi tersebut wanita sedang banyak mengeluarkan darah alami sehingga dikhawatirkan akan melemahkan kondisi fisiknya. Jangan melakukan hijamah tepat diatas perut wanita hamil.
- Tidak dianjurkan menghijamah pasien yang dalam kondisi perut kekenyangan, kehausan, kelaparan, kelelahan, setelah beraktivitas berat, tubuh lemah dan tubuh demam (kedinginan).
- Jangan melakukan hijamah langsung setelah makan besar (hijamah dapat dilakukan minimal dua jam setelah makan). Setelah hijamah juga jangan langsung makan, melainkan hanya minum yang manis-manis semisal madu atau selainnya.
- Jangan melakukan hijamah langsung setelah mandi, terutama setelah mandi dengan air dingin. Tidak dianjurkan langsung mandi setelah hijamah, melainkan setelah 2 jam. Dianjurkan mandi dengan air hangat.
- Hindari melakukan hijamah basah pada pasien leukimia (kanker darah), hepatitis yang parah, TBC aktif, HIV/ODA, hemofilia, malignant anemia, trombositopenia, penderita kelainan klep jantung/ yang menggunakan alat pacu jantung serta penyakit lainnya yang parah kecuali oleh ahli hijamah yang berpengalaman dan dengan pengawasan dokter.
- Tidak dianjurkan melakukan hijamah basah pada penderita diabetes dengan kadar gula darah sewaktu (GDS) diatas 250mg/dL kecuali oleh penghijamah yang ahli dan berpengalaman.
- Jangan menghijamah basah pasien yang baru memberikan donor darah atau orang yang baru kecelakaan sehingga darahnya berkurang.
- Hindari menghijamah pasien yang menderita penyakit kulit merata atau menderita alergi kulit yang parah seperti ulserasi (luka koreng basah/bernanah) dan edema.
- Hindari menghijamah pasien yang sedang mengkonsumsi obat pengencer darah(seperti heparin). Hijamah bisa dilakukan setelah 48 sebelummnya pasien telah menghentikan terlebih dahulu obat-obat tersebut.
- Jangan menghijamah langsung pada daerah yang luka, urat sendi yang robek, patah tulang, tumor serta varises. HIjamah pada kasus varises dilakukan beberapa cm disekitar pembuluh darah yang rusak.
- Jangan memberkam daerah perut terlalu keras. Bagian perut sangat lemah karena lapisan ototnya sangat tipis.
- Hindari melakukan hijamah pada bagian tubuh berikut : Lubang alamiah tubuh (mata, hidung, telinga, mulut, kemaluan, anus dan puting susu), daerah sistem nodus limfa/ kelenjar getah bening (bawah ketiak, selangkangan, leher bagian samping, dll), tepat diatas pembuluh darah yang besar.
Beberapa poin diatas sebenarnya masih
bisa dilakukan oleh seorang ahli hijamah yang professional, berpengalaman serta
atas pengawasan dokter yang berkompeten.
Kesalahan Hijamah
Kesalahan
dalam hijamah bisa disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang anatomi
fisiologis tubuh, keterbatasan ilmu tentang penyakit serta cara kerja dan
mekanisme hijamah. Hijamah sendiri merupakan salahsatu tindakan medis (bedah
minor) oleh karenanya maka proses hijamah haruslah mengedepankan standarisasi
medis. Contoh kesalahan
hijamah antara lain :
1.
Persiapan pasien yang kurang. Sebelum dilakukan
hijamah seorang penghijamah harus memeriksa kondisi umum dan penyakit yang
diderita pasien. Pemeriksaan tekanan darah (tensi) merupakan pemeriksaan
minimal yang wajib dilakukan. Kesalahan pada poin ini bisa membahayakan pasien
terutama jika kondisinya sedang drop.
Mengabaikan masalah riwayat penyakit
yang diderita pasien seperti pada penderita diabetes, hepatitis, AIDS, dll
bisa menyebabkan risiko tertularnya penyakit pada pasien dan penghijamah.
2.
Melakukan hijamah di area terbuka diluar ruangan atau terlalu dingin. Dikhawatirkan
luka sayatan hijamah dapat terkena debu/kotoran yang berterbangan. Selain
itu juga tidak disarankan melakukan hijamah di tempat dengan sirkulasi udara
yang kurang/pengap. Jangan menyalakan kipas angin/blower tepat diatas pasien
yang sedang dihijamah.
3.
Mengabaikan sterilitas. Banyak penghijamah hanya mengandalkan
proses sterilisasi kop dan alat hijamah pada detergen, pemutih, rebusan
air atau alkohol. Tidak dimilikinya alat sterilisator standar menyebabkan
resiko tinggi terkena infeksi kuman selama hijamah.
4.
Peralatan ala kadarnya. Dalam praktek hijamah, banyak di
antara para ahli hijamah hanya menggunakan alat-alat sekedarnya tanpa
memperhatikan faktor kebersihan alat dan lingkungan, sterilisasi dan
higenisnya, seperti penggunaan tisu untuk
membersihkan darah, apalagi tisu gulung untuk toilet. Akibatnya muncul tanggapan negatif terhadap terapan
hijamah secara umum. Setiap pasien dengan riwayat sakit hepatitis, narkoba, dan
HIV-AIDS (ODA) harus memiliki peralatan bekam sendiri yang dipisahkan dengan
pasien yang lain.
5. Menggunakan silet atau jarum. Kedua alat tersebut samasekali bukan merupakan peralatan medis standar yang dirancang untuk melakukan tindakan medis hijamah. Luka yang dihasilkan sangat berpotensi infeksi dan terkontaminasi bahan-bahan yang terkandung pada permukaan logam silet dan jarum.
5. Menggunakan silet atau jarum. Kedua alat tersebut samasekali bukan merupakan peralatan medis standar yang dirancang untuk melakukan tindakan medis hijamah. Luka yang dihasilkan sangat berpotensi infeksi dan terkontaminasi bahan-bahan yang terkandung pada permukaan logam silet dan jarum.
6.
Kesalahan dalam menentukan titik hijamah. Selain tidak
efektif, keterbatasan pengetahuan mengenai lokasi titik hijamah yang tepat akan
mempengaruhi hasil hijamah secara signifikan. Beberapa penghijamah pemula
sering hanya melakukan hijamah terbatas pada titik hijamah itu-itu saja,
padahal titik hijamah telah banyak berkembang.
7.
Mitos “semakin banyak titik hijamah maka semakin cepat sembuh”.
Terlalu banyak titik pada saat hijamah tidaklah berarti menjadikan hijamah
semakin efektif namun yang benar adalah pemilihan titik yang tepat adalah kunci
tercapainya tujuan hijamah.
8.
Terlalu lama menghijamah pada satu titik. Penyedotan kop yang melebihi
20 menit bisa menimbulkan efek samping keluarnya bulla (kantong cairan
bening seperti cacar). Hal ini bisa menyebabkan keluhan perih dan beresiko
infeksi.
9. Melakukan penyayatan luka yang terlalu dalam. Hal ini selain
memperlambat penyembuhan luka juga menimbulkan resiko mengenai pembuluh darah
besar sehingga bisa timbul perdarahan.
10. Harus puasa dulu
sebelum hijamah. Pada pasien tertentu dimana kondisi
tubuhnya sedang drop maka puasa bisa membahayakan pasien. Sebaiknya makanlah
2jam sebelum hijamah, dalam tempo waktu tersebut diharapkan proses pencernaan
makanan sebagian besar telah selesai dan bisa memperkecil resiko “pingsan”
akibat hijamah.
Demikian pembahasan materi hijamah
untuk edisi kali ini semoga bermanfaat, InsyaAllah akan berlanjut pada edisi
berikutnya. Jika ada masalah yang belum jelas dan akan ditanyakan maka anda
dapat menghubungi redaksi. Baarokallaahu fiikum.
0 komentar:
Posting Komentar